5 Hutan Adat Paling Angker di Kalimantan, Konon Terlihat Hantu Romusa dan Tentara Jepang

3. Hutan Bukit Raya

Hutan yang berada di puncak tertinggi di Kalimantan ini memiliki pesona alam luar biasa. Wajar jika banyak pendaki yang menjajaki Hutan Bukit Raya ini. Selain itu ternyata hutan bukit raya menyimpan kisah mistis di dalamnya.

Suku Dayak Ot Danum yang merupakan warga di sekitar hutan ini mempercayai, ada seekor harimau gaib sebagai penunggunya. Setiap pendaki harus minta izin terlebih dahulu sebelum mendaki kepada juru kunci atau tetua.

Kemudian, setiap tujuh pendaki juga harus mengorbankan ayam, jika lebih dari tujuh pendaki bisa saja berkorban babi atau sapi. Pendaki harus menjaga etika, dilarang membakar ikan seluang dan tidak boleh membuat dendeng ikan.

Jika melanggar, akan terdengar auman harimau dari puncak bukit raya dan bumi seakan bergetar.

4. Hutan Tahura Bukit Soeharto

Hutan yang berada di Samarinda, Kalimantan Timur ini dulunya menjadi tempat para pekerja Indonesia disiksa dan dipaksa kerja atau romusa. Konon, banyak warga yang sering melihat hantu sebagai rombongan romusa.

Para hantu yang menjadi rombongan romusa itu diawasi oleh tentara Jepang yang menggunakan senapan. Selain itu hutan ini katanya menjadi tempat pembuangan mayat oleh penembak misterius di era Orde Baru.

5. Hutan Sambas

Hutan Sambas berada di dekat aliran Sungai Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Mayoritas penghuni di sekitar Hutan Sambas dari Suku Melayu Sambas dan Suku Dayak Kanayatn. 

Kisah mistis pernah terjadi di hutan ini dialami oleh seseorang yang hilang dan tersesat di dalam hutan belantara Sambas selama lima hari empat malam. Konon kisahnya orang itu bertemu dengan anak gadis berambut panjang bersama ibunya.

Dalam ingatannya seorang itu ditawarkan kontrak gaib oleh gadis itu agar dapat kembali pulang dari ketersesatannya.

Itulah lima hutan adat dikenal paling angker di Kalimantan yang sampai sekarang masih menjadi misteri. Banyak mitos dan kisah seram mewarnai rimbunnya hutan adat belantara di Pulau Kalimantan. 

Editor: Kurnia Illahi