Sesar Meratus yang Kembali Aktif jadi Penyebab Gempa Magnitudo 4,5 di Wilayah IKN
BANDUNG, iNews.id – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai lokasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara memang dikenal sebagai wilayah yang jarang diguncang gempa. Namun, Selasa (1/3/2022) pukul 14.16.30 WIB, gempa bumi magnitudo 4,5 mengguncang Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur.
Berdasarkan laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa bumi berpusat di darat pada koordinat 115,81° BT dan 1,94° LS, berjarak sekitar 46 km barat laut.
Kepala Badan Geologi, Eko Budi Lelono mengatakan berdasarkan posisi lokasi pusat gempa bumi dan kedalamannya, maka kejadian gempa bumi tersebut diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif dan diperkirakan pada zona sesar Meratus.
"Sesar Meratus diperkirakan terbentuk pada zaman Pra Tersier dan mengalami reaktivasi sehingga tergolong sesar aktif. Sesar ini berarah utara ke selatan," ujarnya, Rabu (2/3/2022).
Dia mengatakan morfologi daerah terlanda guncangan gempa bumi umumnya dataran, dataran bergelombang, perbukitan, hingga terjal.
Selain itu tersusun oleh batuan berumur pra tersier (berupa batuan metamorf, batuan meta sedimen), batuan berumur Tersier (berupa batuan sedimen, batugamping) dan endapan Kuarter berupa endapan aluvial sungai.
"Endapan Kuarter dan batuan berumur Pra Tersier dan Tersier yang telah mengalami pelapukan pada umumnya bersifat urai, lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi," ungkapnya.
Dia mengimbau masyarakat untuk tetap tenang, dan mengikuti arahan serta informasi dari petugas BPBD setempat. Selain itu juga tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan.
Eko juga meminta agar jangan terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami. Menurutnya, bangunan di Kabupaten Paser harus dibangun dengan menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi guna menghindari dari risiko kerusakan.
"Selain itu juga harus dilengkapi dengan jalur dan tempat evakuasi kejadian gempa bumi ini diperkirakan tidak berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan (collateral hazard) yaitu retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah dan likuefaksi," tuturnya.
Editor: Dita Angga Rusiana