Pilu! Bocah di Samarinda Jadi Korban Bullying, Dibanting lalu Ditindih hingga Kaki Patah
SAMARINDA, iNews.id - Kasus bullying di Samarinda kembali mencuat setelah seorang bocah 10 tahun menjadi korban kekerasan fisik di lingkungan sekolah. Akibat penganiayaan yang diduga dilakukan dua temannya, korban mengalami patah kaki hingga harus menjalani operasi di rumah sakit.
Insiden ini memicu keprihatinan publik atas maraknya kasus perundungan terhadap anak di sekolah. Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur langsung bergerak menindaklanjuti laporan tersebut.
Mereka mendatangi korban untuk memastikan kondisi terkini dan menggali keterangan dari keluarga, Kamis (27/11/2025). Kasus bullying di Samarinda ini kini dalam pendampingan serius TRC PPA Kaltim.
Ketua TRC PPA Kaltim Rina Zainun menjelaskan, kronologi kasus bullying di Samarinda berdasarkan keterangan korban bermula ketika dia menegur temannya yang tengah menangis di lingkungan sekolah. Teguran itu justru dibalas dengan tindakan kekerasan oleh dua teman korban.
Menurut Rina, korban lebih dulu mendapatkan kekerasan dari pelaku berinisial A.
"Korban sempat dicekik oleh pelaku A. Ketika korban mencoba menepis, pelaku B langsung membantingnya," kata Rina dikutip dari iNews Samarinda, Kamis (27/11/2025).
Korban kemudian terjatuh dan tidak berdaya di lantai. Saat korban terbaring dan kakinya dalam posisi menggantung menyentuh dinding, pelaku B diduga melakukan tindakan lebih brutal.
"Pelaku B kemudian menindih kaki korban di bagian yang tergantung itu. Terdengar bunyi 'crack' keras dan kaki korban langsung bengkok," katanya.
Korban menjerit kesakitan dan segera dilarikan ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan kaki korban mengalami patah tulang dan memerlukan tindakan operasi. Setelah menjalani operasi, kondisi korban masih dalam pemantauan tim dokter.
TRC PPA Kaltim juga memberikan dukungan psikologis kepada korban dan keluarga yang terguncang akibat kasus bullying di Samarinda ini. Rina menegaskan, peristiwa tersebut tidak bisa dianggap sebagai kecelakaan biasa ataupun candaan antarteman.
"Kasus ini sudah sampai menyebabkan patah kaki. Ini bukan lagi candaan. Kami tegaskan ini adalah tindakan kekerasan yang harus ditindaklanjuti secara serius," ujar Rina setelah mengunjungi korban pascaoperasi.
Dia juga menyayangkan respons awal pihak sekolah yang dinilai belum maksimal. Keluarga korban menyampaikan kepada TRC PPA bahwa pertemuan dengan pihak sekolah sudah dilakukan, namun belum menghasilkan kesepakatan yang memuaskan. Bahkan ada pernyataan dari pihak sekolah yang dianggap menyakitkan oleh keluarga.
Menyikapi kasus bullying di Samarinda yang berujung patah kaki ini, TRC PPA Kaltim sudah berkoordinasi langsung dengan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Samarinda. Koordinasi dilakukan agar ada langkah tegas dan terukur dari otoritas pendidikan. Mereka meminta kasus ini tidak diselesaikan secara tertutup tanpa mempertimbangkan keadilan bagi korban.
TRC PPA mendesak Kadisdik dan pihak sekolah menjadikan kasus ini sebagai perhatian serius dalam penanganan perundungan di lingkungan pendidikan.
"Kami harap pihak sekolah bersikap bijak untuk melindungi korban dan memberikan sanksi pembinaan yang memiliki efek jera kepada pelaku. Sekolah tidak boleh menormalisasi sedikit pun bentuk perundungan, baik verbal maupun fisik, apalagi yang berakibat fatal seperti ini," ucapnya.
Kasus bullying di Samarinda yang menimpa bocah 10 tahun ini diharapkan menjadi momentum evaluasi menyeluruh bagi sekolah, orang tua, dan pemerintah. Pengawasan, edukasi anti-bullying, serta penegakan aturan tegas dinilai penting agar kejadian serupa tidak terulang dan lingkungan belajar menjadi tempat yang aman bagi seluruh siswa.
Editor: Donald Karouw