Mengenal Sejarah Kerajaan Kutai yang Merupakan Kerajaan Hindu Tertua di Indonesia
JAKARTA, iNews.id - Kerajaan Kutai Martadipura berdiri sejak abad ke-4 masehi dan menjadi kerajaan Hindu pertama di Indonesia atau nusantara pada saat itu. Berdirinya Kutai Martadipura dipengaruhi oleh kebudayaan India, sehingga merupakan kerajaan Hindu pertama di nusantara.
Berdirinya kerajaan ini tak lepas dari para pendatang dari India ke nusantara saat itu, kebudayaan dari negara asal mereka juga dibawa untuk disebarkan ke seluruh negeri.
Meski tak berada langsung di jalur perdagangan, kerajaan ini dikenal memiliki hubungan baik dengan India.
Bisa dikatakan, sekitar 400 masehi, kerajaan ini terletak di wilayah Muara Kaman yang kini disebut dengan wilayah Kalimantan Timur (Kaltim). Tepatnya pas di hulu sungai Mahakam yang sangat terkenal seantero Tanah Air.
Pendiri Kerajaan Kutai
Penamaan Kutai didapat dari penemuan sebuah prasasti bernama Yupa oleh para ahli mitologi sehingga kerajaan ini disebut sebagai cikal bakal berdirinya banyak kerajaan di Indonesia.
Yupa diidentifikasi sebagai peninggalan asli dan berpengaruh bagi Hindu dan Budha, hal ini dapat dilihat dari penggunaan bahasa Sanskerta dan pemakaian huruf Pallawa.
Prasasti Yupa juga memberi informasi terkait penemuan nama raja, yakni Raja Kudungga yang dikenal sebagai pendiri kerajaan Kutai adalah dirinya.
Kudungga ditafsirkan oleh para ahli sejarah, nama Indonesia yang saat itu belum terpengaruh dengan penggunaan bahasa India. Sementara Raja Mulawarman dan Aswawarman, sudah banyak terpengaruh budaya Hindu dari India.
Penggunaan kata ‘Warman’ di setiap akhiran penamaan raja Kutai ini tak lepas dari penggunaan bahasa sansekerta yang merupakan bahasa sehari-hari bangsa India bagian selatan.
Ini yang membuat banyak orang menyebut jika kerajaan Kutai memiliki corak Hindu dan kentalnya budaya India yang diterapkan oleh masyarakatnya.
Maharaja Kudungga, gelar Anumerta Dewawarman (pendiri)
Maharaja Aswawarman (anak Raja Kudungga)
Maharaja Mulawarman (raja paling terkenal)
Maharaja Marawijaya Warman
Maharaja Gajayana Warman
Maharaja Tungga Warman
Maharaja Jayanaga Warman
Maharaja Nalasinga Warman
Maharaja Gadingga Warman Dewa
Maharaja Indra Warman Dewa
Maharaja Sangga Warman Dewa
Maharaja Candrawarman
Maharaja Sri Langka Dewa
Maharaja Guna Parana Dewa
Maharaja Wijaya Warman
Maharaja Sri Aji Dewa
Maharaja Mulia Putera
Maharaja Nala Pandita
Maharaja Indra Paruta Dewa
Maharaja Dharma Setia
Masa Kejayaan Kerajaan Kutai
Berdasarkan Prasasti Yupa, dapat diketahui bahwa Kerajaan Kutai mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Mulawarman.
Mulawarman disebut-sebut sebagai raja yang memiliki budi pekerti baik, kuat, dan pernah mengadakan upacara persembahan 20.000 ekor lembu untuk kaum Brahmana yang bertempat di "Waprakecvara".
Waprakecvara adalah tempat suci (keramat) yang merupakan sinkretisme antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Indonesia.
Sebagai keturunan Aswawarman, Mulawarman juga melakukan upacara "Vratyastoma", yaitu upacara penyucian diri untuk masuk pada kasta Ksatria.
Pada masa pemerintahan Mulawarman, upacara penghinduan ini dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana dari orang Indonesia asli. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi, karena Bahasa Sanskerta bukanlah bahasa rakyat sehari-hari.
Selain itu, di bawah kekuasaan Raja Mulawarman kehidupan ekonomi kerajaan mengalami perkembangan pesat dari sektor pertanian dan perdagangan karena letaknya sangat strategis.
Akhir Kejayaan Kerajaan Kutai
Akhir Kejayaan Kerajaan Kutai Martapura dimulai saat rajanya yang bernama Maharaja Dermasatia terbunuh dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kertanegara ke-8, Pangeran Sinum Panji Mendapa.
Perlu diingat bahwa Kutai Martapura berbeda dengan Kerajaan Kutai Kertanegara yang saat itu ibu kota di Kutai Lama. Kutai Kertanegara inilah, pada tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama.
Kutai Kertanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kertanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kertanegara.
Editor: Candra Setia Budi